
03 May Review Film Avengers: Infinity War: Thanos dan Akhir Dunia?
Penantian panjang akhirnya tiba. 10 tahun sejak Iron Man rilis, 7 tahun sejak Captain America keluar, dan 6 tahun sejak The Avengers pertama tayang, kini saatnya melihat para superhero Marvel beraksi dalam satu panggung. Di film terbarunya, Avengers: Infinity War, mereka akan diadu dengan villain utama bernama Thanos, The Mad Titan.
Konon makhluk bertubuh super size ini memiliki kekuatan berkali-kali lipat lebih kuat dan lebih kejam dibanding villain-villain yang pernah ada. Obsesi Thanos cuma satu, mengumpulkan Infinity Stone.
Pada akhirnya pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan muncul. Berhasilkah Thanos mengumpulkan keenam Infinity Stone? Apa yang akan terjadi setelahnya? Akankah dunia berakhir?
No more spoilers. Kasihan yang belum nonton.
Terlepas dari ceritanya yang tidak terduga (angkat topi sih untuk Marvel), menonton Avengers: Infinity War serasa melihat karya seni yang tidak ternilai. Bahagia, sedih, haru, takjub, marah, bercampur jadi satu.
Sejatinya film ini adalah persembahan istimewa dari Marvel untuk kamu yang telah setia menemani perjalanan mereka. Perjalanan terciptanya puluhan film-film Marvel Cinematic Universe (MCU) dalam rentang waktu satu dekade.
So nggak heran ya, saat Avengers: Infinity War keluar dan langsung dihajar dengan tense yang cukup tinggi di awal adegan, tidak lantas membuat dahi berkerut. Kita merasa dekat dengan setiap karakter yang tampil, sedikit apapun porsinya. Ikatan ini pastinya adalah buah kesabaran Marvel yang tidak bisa dibangun hanya dalam waktu instan.
Avengers: Infinity War melibatkan setidaknya 76 karakter dengan lebih 20 karakter superhero. Bisa dibayangkan apa yang terjadi jika hampir seluruh superhero Marvel bergabung dalam satu film?
Crowded? Over? Numpuk? Nggak juga kok. Di tangan duet sutradara, Joe Russo dan Anthony Russo, performa Avengers: Infinity War justru melebihi ekspektasi. Salut untuk duo sutradara ini yang telah berhasil membuat penampilan para superheronya tidak timpang.
Di film ini rasa-rasanya tidak ada superhero yang mendominasi, semuanya punya peran masing-masing. Bahkan meski dibalut dengan adegan-adegan menegangkan, duo sutradara yang dibantu oleh Christopher Markus dan Stephen McFeely selaku penulis naskah ini tidak lupa menyelipkan jokes ringan di sana-sini. Khas Marvel sekali.
Akhir Dunia?
Di balik pertarungan sengit superhero Marvel vs Thanos, film ini juga dibalut dengan hal-hal menarik seperti romansa Vision dengan Wanda Maximoff alias Scarlet Witch, kelamnya masa lalu Gamora dan Thanos, misteri keenam Infinity Stone, rapuhnya Thor, dan masih banyak lagi hal-hal menarik lainnya.
Peran T’challa a.k.a Black Panther bersama pasukannya pun mendapat andil yang cukup besar. Lokasi Wakanda yang mulai membuka pintunya bagi dunia luar menjadi arena megah bagi pertarungan brutal para superhero melawan Thanos dan pasukannya. Lalu akankah Avengers kalah dan berujung pada akhir dunia?
Layaknya gading yang tak retak, film ini juga tak lepas dari kekurangan. Russo bersaudara seakan lupa memperkenalkan Black Order, pasukan Thanos yang membantu memburu Infinity Stone. Padahal personil Black Order yang terdiri dari Proxima Midnight (Carrie Coon), Corvus Glaive (Michael James Shaw), Ebony Maw (Tom Vaughan-Lawlor), dan Cull Obsidian (Terry Notari) ini punya peran yang cukup penting, plus mereka belum pernah muncul di film-film MCU sebelumnya. Wajar jika penonton kebingungan, mengingat tidak semua orang mengikuti jalan cerita komik Marvel.
Pertanyaan besar juga tersemat pada karakter Thanos. Entah disadari atau tidak, di luar kekejamannya sebagai penghancur multiverse, duo Russo justru memvisualisasikan Thanos sebagai karakter yang rapuh dan punya empati. Alih-alih memperlihatkan diri sebagai sosok yang kejam, Thanos justru tampil dengan sifat ke-bapak-bapakan.
Kalau soal teknis sepertinya tak perlu dibahas lagi. Usia MCU yang sudah menginjak 1 dekade membuat performanya semakin matang. Dari sinematografi, CGI, make up, wardrobe, akting hingga music scoring digarap nyaris sempurna. Thanks to Alan Silvestri yang turut memberikan andil besar lewat hadirnya musik-musik scoring nan megah. Peran Silvestri pun semakin menegaskan identitas karakter-karakter superhero yang muncul lewat musik-musik pilihannya.
Kesimpulannya apa? Ya tetap harus nonton. Toh XXI sudah menyediakan layar berlebih hanya demi film ini.
Poin lainnya kamu bisa melihat Groot yang jadi lebih lucu, Vision dan Wanda pacaran, hair style baru Natasha Romanova, brewok unyu’ Steve Rogers, dannn Peter Quill yang makin ngeselin. Sisanya bisa kamu lihat sendiri.
Jadi tidak alasan untuk tidak menonton Avengers: Infinity War. Ingat, jangan keburu keluar bioskop karena masih ada 1 adegan post-credit yang menjadi benang merah ke film Avengers selanjutnya.
Selamat menonton.. dan jangan spoilers!
No Comments